Saturday, April 7, 2007

Rabbani...

Rabbani….
Cita agungku
Pasungan nikmat bumi
Tercabik tanduk syetan
Hingga buta halangi yang haq
Terjaring seribu formasi syahwat

Masih…hingga saat ini
Dzalimku berkoar sakiti bunda
Mudah sekali terjebak merah emosi
Taubatku tak tepat mengalir
Meski saat itu tangis beriring

Ingin sempurna namun terlena
Buai dosa terbungkus fana
Yang tampilkan indah dunia
Dan menyambunyikan putih di bawah pelangi yang hitam
Gentar melawan semua angkara
Lelah rasanya………………….

Ar-Rahiim…indah dan akbar asma-Mu
Aku mengeluh tak berdaya kini
Bungkus aku dengan jubah besar
Tuk tutupi segala fikirku dari mungkar

Selama ini……
Ku tak sadar tak layak
Nikmati naung-Mu akhir nanti
(Bekasi, 15 November 2002)

Cita Mereka

Siang ini cerah…secerah langit hatiku, ditambah terik panas yang menikam dari segala penjuru, namun tidak sepanas kobar api jihadku untuk sekadar menjadi penghibur. Semua berubah! Panas menjadi hangat, letih menjadi penyemangat, dan kantuk menjadi karat. Lukisan indah senyum dan harapan anak-anak itu terbingkai jelas dalam penglihatanku serta tersimpan dalam memoriku. Hal itu memandu segala potensi akal, hati, dan fisikku untuk terus menjaga senyum mereka dan menyusun satu demi satu anak tangga cita-cita mereka yang secara tersembunyi terpajang tinggi, bahkan melewati lintasan cahaya tertinggi.
Desa Melikan, Klaten, 10 Juli 2006

Dekonstruksi Makna

Aku yang berdiri agak rapuh di sini, mencoba mendekonstruksi segala makna tentang keberadaanku di tempat ini. Apa yang disaksikan oleh semua alat inderaku menyentuh titik kritis kemanusiaan yang segera mengejawantahkan romantisme altruistik, melahirkan lika-liku pengidentifikasian masalah, serta menyenandungkan nada-nada getir tentang ketidakadilan peradaban ini.
Aku mencoba merangkai satu demi satu rasionalisasi dari kebodohan diri untuk sekedar menatap secara positif keterlambatanku di sini. Aku bersegera memutar balik waktu untuk waspada pada ingkarnya niat diri.
Luruskan Niat...Hapus Tangis Mereka!!!
Desa Melikan, Klaten, 10 Juli 2006

Tuesday, April 3, 2007

Membentuk Komitmen Membangun Bangsa pada Mahasiswa

Melirik Rasa Kebangsaan
Menggagas sebuah sistem pendidikan yang ideal merupakan wacana yang terus mengalami proses. Dalam prakteknya, saat ini sistem pendidikan telah berada pada tahap yang terus membaik. Hal ini dapat diasosiasikan dengan terus berkembangnya metode pengajaran. Pada tataran sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, metode yang digunakan adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Sedangkan pada beberapa perguruan tinggi, metode yang saat ini dikembangkan merupakan metode Problem Based Learning (PBL). Namun seperti biasa, masing-masing metode tersebut juga menimbulkan sebuah pro dan kontra di kalangan para pengajar dan kritikus pendidikan. Dalam sisi yang positif, perdebatan ini memberikan sebuah proses evaluasi yang terus menerus. Evaluasi tersebut memberikan sebuah solusi dalam proses penyempurnaan metode pendidikan, baik dalam tataran sekolah dasar, sekolah lanjutan, maupun perguruan tinggi.
Ada sebuah semangat yang harus menjadi perhatian para profesional, praktisi, maupun pengamat dunia pendidikan. Semangat tersebut adalah kecintaan terhadap tanah air. Seiring dengan mengentalnya arus globalisasi, identitas kebangsaan dan kecintaan terhadap tanah air terus memudar. Pengembangan pendidikan saat ini meninggalkan ruh moral dan nilai-nilai kebangsaan. Kedua hal tersebut tergantikan oleh kebutuhan globalisasi dan pasar industri dari negara-negara kaya.
Setiap tahapan pendidikan memiliki fungsi dan prinsip pembelajaran masing-masing terhadap rasa kebangsaan. Tahapan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas merupakan sebuah pengantar yang menjadi bekal penting penentuan prinsip seseorang. Namun pergulatan dalam aspek moral dan identitas berkebangsaan merupakan sebuah momentum yang krusial pada seorang mahasiswa. Pada aspek-aspek seperti ini perlu diracik sebuah formula yang tepat sesuai dengan kondisi psikologis seorang mahasiswa.
Bahaya Brain Drain
Dalam perkembangannya, konsep globalisasi menciptakan dehumanisasi yang cukup menghancurkan rasa keadilan dan kemanusiaan. Manusia telah dipandang dangkal sebagai alat produksi bagi negara kaya. Namun salah satu dampak positif globalisasi adalah terbukanya peluang mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan perguruan tinggi di luar negeri dengan bantuan beasiswa dari negara yang dituju. Pada tataran individu hal ini memang merupakan peluang yang sangat baik untuk mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera. Namun, hal itu dapat berdampak negatif ketika para mahasiswa Indonesia pergi berbondong-bondong ke luar negeri. Masalahnya bukan terletak pada hijrahnya mahasiswa ke luar negeri, tetapi pada komitmen mereka untuk berkontribusi bagi bangsa.
Pada era B.J. Habibie sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, pemerintah pernah berinvestasi besar dengan menyeleksi pelajar lulusan SMA dari seluruh penjuru Indonesia. Mereka dikirim untuk mempelajari ilmu baru di luar negeri, semisal bioteknologi, komputer, ilmu bahan dan elektronika. Tapi sedikit dari mereka yang pulang atau kembali bekerja di lembaga penelitian Indonesia. Tak sedikit yang justru bekerja di perusahaan asing. Sayangnya, kebanyakan dari mereka bekerja tak sesuai dengan bidang ilmunya. Sehingga bidang-bidang baru yang tadinya diharapkan berkembang tetap belum bisa maju. Fakta ini memberikan bukti tentang rendahnya komitmen membangun bangsa pada mahasiswa yang dikirim ke luar negeri. Ketika seorang mahasiswa telah lebih memilih untuk bekerja di negara lain tanpa mau berkontribusi terhadap bangsanya, maka fenomena inilah yang disebut sebagaibraindrain.(http://www.biotek.lipi.go.id/biotek/index.php?option=content&task=view&id=281&catid=7&Itemid=10 Diakses hari Rabu, tanggal 15 Maret 2007).
Di sisi lain, fenomena ini juga dapat terjadi akibat penghargaan yang rendah dari pemerintahan Indonesia terhadap mahasiswa yang berprestasi. Mereka yang berprestasi merasa tidak dapat berkembang jika berada di Indonesia. Namun tetap saja sebagai anak bangsa kita punya tanggung jawab yang besar dari sekadar mempertanyakan penghargaan pemerintah. Seperti yang dikatakan oleh John F. Kennedy, “Jangan tanyakan apa yang dapat bangsa berikan untukmu, tetapi tanyakanlah apa yang bisa kamu berikan untuk bangsamu.” Pernyataan yang heroik sekaligus menunjukkan kecintaan yang mendalam terhadap bangsa.
Stimulus Berkomitmen bagi Mahasiswa
Mahasiswa merupakan aset yang sangat berharga bagi suatu bangsa. Mereka merupakan tonggak bagi pengembangan menuju masyarakat madani (civil society). Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap perubahan yang terjadi pada suatu bangsa hampir selalu merupakan hasil inisiasi dari mahasiswa. Dalam sejarah Indonesia sendiri, mahasiswa selalu mengukir tinta emas perubahan ke arah yang lebih baik bagi Indonesia. Bisa kita lihat kembali buku sejarah kita tentang Taman Siswa, Sumpah Pemuda, Peristiwa Rengasdengklok, hingga Reformasi pada tahun 1998.
Saat ini merupakan momentum wajib bagi mahasiswa berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Hal ini disebabkan oleh kondisi bangsa yang sedang mengalami berbagai krisis, terutama dalam pengembangan sumber daya manusia. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat tujuan pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).(http://bz.blogfam.com/2006/05/menyoal_problematika_pendidikan.html Diakses pada tanggal 1 Maret 2007).
Kondisi Psikologis Mahasiswa
Secara psikologis, mahasiswa sedang berada pada sebuah fase transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal. Pada masa ini mahasiswa mengalami perubahan yang penting bagi perkembangan psikososialnya. Menurut Erikson (1963, 1968), perkembangan psikososial pada usia seperti ini berada pada tahap identity versus identity confusion, yaitu tahap dimana mahasiswa tengah mengalami pencarian identitas diri. Mahasiswa mengacu kepada identitas yang berupa suatu prestasi atau penghargaan. Pada tahap ini pula, terdapat kesetiaan yang sangat tinggi terhadap komunitas yang ia ikuti, sehingga muncul rasa bangga dan pembelaan terhadap komunitas tersebut.
Pembinaan Asrama bagi Mahasiswa: Satu Gagasan
Dengan memperhatikan kondisi psikososial mahasiswa, maka diperlukan sebuah metode yang berpanduan pada karakteristik mahasiswa. Hal ini dapat difokuskan dalam membentuk sebuah kontrol sosial bagi mahasiswa untuk membentuk komitmen membangun bangsa. Seperti bahasan psikososial mahasiswa yang menekankan pada kesetiaan terhadap komunitas, maka perlu dibentuk sebuah komunitas dinamis yang dapat membangun komitmen tersebut.
Untuk memfasilitasi penekanan pada kontrol sosial dan kesetiaan terhadap komunitas, metode dapat diwadahi dalam sebuah pembinaan. Pembinaan yang dilakukan harus merupakan sebuah fasilitas yang dinamis menyesuaikan dengan karakteristik mahasiswa namun memiliki visi yang kuat untuk membentuk komitmen membangun bangsa. Secara teoritik, gagasan ini merupakan perpaduan antara dua jenis kelompok, yaitu primer dan sekunder. Pembinaan tersebut harus membentuk sebuah kelompok yang memiliki interaksi sosial yang intensif dan erat (ciri kelompok primer) sekaligus memiliki tujuan yang bersifat objektif dan rasional (sekunder).
Proses pembentukan komitmen membangun bangsa memiliki 3 variabel yang perlu dikaji. Ketiga variable tersebut antara lain, aspek komitmen, tahap pembentukan komitmen, dan pengaruh kelompok. Ketiga variable tersebut berinteraksi secara dinamis seiring dengan berjalannya waktu pembinaan sebuah kelompok.
PPSDMS Nurul Fikri: Suatu Studi Kasus
Salah satu fenomena yang menarik untuk menganalisa persoalan ini adalah munculnya lembaga-lembaga yang berfokus untuk membina mahasiswa. Salah satu lembaga yang sedang melakukan hal tersebut adalah Yayasan Nurul Fikri. Yayasan ini membuat sebuah program yang disebut Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS) yang saat ini sudah berjalan tiga generasi. Proyek peradaban tersebut telah dibangun sejak tahun 2002. Saat ini PPSDMS memiliki perluasan yang cukup progresif. Pada saat ini pembinaan yang dilakukan telah menjamah 5 kota besar di Pulau Jawa yaitu Jakarta (Universitas Indonesia), Bandung (Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjadjaran), Yogyakarta (Universitas Gadjah Mada), Surabaya (Institut Teknologi Surabaya dan Universitas Airlangga), dan Bogor (Institut Pertanian Bogor). (www.ppsdms.org pada hari Selasa, tanggal 14 Februari 2007)
Selama dua tahun ini, perlahan tapi pasti mahasiswa PPSDMS memiliki prestasi yang luar biasa dalam bidang akademik maupun keorganisasian. Dengan visi membentuk pemimpin masa depan, PPSDMS menanamkan sebuah nilai cinta tanah air terhadap para pesertanya. Melalui berbagai pembinaan yang diberikan diharapkan para peserta mampu berbuat lebih bagi kemajuan bangsa Indonesia. Selama dalam pembinaan, para peserta dibentuk karakter kepemimpinannya dan diasah kepekaannya terhadap masalah sosial yang banyak terjadi di Indonesia.
Untuk memberikan paparan tentang studi kasus ini digunakan tiga poin pembahasan. Poin input untuk memahami karakteristik dan potensi mahasiswa yang dibina PPSDMS sebelum merasakan pembinaan. Poin proses pembentukan komitmen memaparkan dinamika proses pembentukan komitmen membangun bangsa pada peserta PPSDMS. Poin output mengulas tentang gambaran hasil pembinaan dari PPSDMS.
Input
Mahasiswa yang berhasil menjadi peserta pembinaan PPSDMS memiliki potensi yang di atas rata-rata. Dalam hal intelektual, mahasiswa yang berhasil menjadi peserta PPSDMS memiliki tingkat intelegensia yang tinggi dan kemampuan analisa yang kuat. Sedangkan dalam aspek sosial, para peserta adalah mahasiswa yang aktif dalam kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, memiliki kepedulian sosial tinggi, dan memiliki jiwa
Mahasiswa yang menjadi peserta PPSDMS juga diminta untuk dapat berkomitmen dengan program ini. Hal ini diminta ketika tes wawancara dan menjadi sebuah poin yang sangat menentukan diterimanya seorang mahasiswa menjadi peserta PPSDMS.
Proses Pembentukan Komitmen
Aspek-aspek komitmen. Pembinaan yang dilakukan dalam asrama memupuk rasa kecintaan, baik terhadap teman-teman asrama, PPSDMS, maupun bangsa Indonesia. Pola pembinaan dengan asrama seperti ini berhasil menyesuaikan dengan aspek psikososial mahasiswa. Pada tahap ini terdapat kesetiaan yang sangat tinggi terhadap komunitas yang diikuti, sehingga muncul rasa bangga dan pembelaan terhadap komunitas tersebut.
Tahap Pembentukan Komitmen. Setelah tujuh bulan berlangsung, secara umum proses pembentukan komitmen telah mencapai tahap menerima (acceptance) dan sedang mengalami proses menuju tahap berkomitmen (commitment). Tahap persiapan (preparation) dilewati peserta dengan cepat. Peristiwa yang yang sangat membantu peserta untuk mengalami akselerasi pembentukan komitmen tersebut adalah Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) I yang dilaksanakan di Jakarta. Momentum ini merupakan proses kontak pertama kali antara peserta dengan berbagai elemen PPSDMS, baik pengurus, alumni, maupun visi yang ingin dicapai PPSDMS. Selain itu, para peserta mendapatkan berbagai materi yang sangat menggugah dan memberikan perubahan pada pola pikir peserta. PKN merupakan sebuah sarana adaptasi yang efektif dan efisien untuk mengkomunikasikan visi dari PPSDMS.
Fenomena tentang brain drain dibahas dalam sebuah program kajian. Kajian ini memberikan beberapa fakta dan kasus mengenai para intelektual, baik dari negara muslim maupun Indonesia mengalami tragedi brain drain. Kajian ini menjadi sebuah poin terpenting untuk mewaspadai kejadian yang serupa. Semangat yang dibawa dalam kajian tersebut juga memupuk keinginan yang kuat untuk berkontribusi bagi bangsa, meskipun para peserta mendapatkan beasiswa di luar negeri nanti.
Pengaruh Kelompok. Seiring dengan dinamika proses pembentukan komitmen, pengaruh kelompok menjadi sebuah faktor penting. Pada asrama PPSDMS pengaruh kelompok memberikan sebuah tekanan positif menuju pembentukan komitmen. Dengan pengaruh positif ini pula proses pembentukan komitmen bisa lebih cepat, meskipun ada beberapa faktor yang juga membuat proses tersebut terhambat.
Kelompok ini memiliki pengaruh fasilitasi sosial bagi inidividu yang ada di dalamnya. Tugas-tugas yang diberikan memberikan dorongan bagi peserta untuk dapat memenuhinya meskipun secara kognitif tugas-tugas tersebut sulit dikerjakan. Fasilitasi sosial seperti ini jika dapat dimanfaatkan oleh masing-masing individu dapat memotivasinya untuk menguasai kompetensi yang selama ini belum ia kuasai. Selain itu, masing-masing peserta merasakan bahwa mereka berada di sekitar orang-orang hebat. Perasaan seperti itu dapat memberikan sebuah dorongan untuk melakukan hal yang positif.
Output
Dalam kehidupan kampus, semua peserta PPSDMS turut andil dalam pergerakan mahasiswa yang dapat diasosiasikan sebagai komitmen membangun bangsa. Selain itu para peserta juga melaksanakan aktivitas pembinaan yang memiliki arah langsung untuk mencari solusi atas permasalahan bangsa. Salah satu program rutinan asrama adalah pengembangan wawasan melalui televisi. Program ini menggunakan metode diskusi dan debat untuk menggagas sebuah solusi bagi masalah bangsa yang sedang aktual. Dalam program ini para peserta dilatih kepekaan dan daya analisisnya.
Aktivitas lain yang dapat menunjukkan komitmen membangun bangsa juga adalah dengan banyaknya prestasi yang diukir oleh para peserta. Beberapa diantaranya berhasil memasukkan opininya pada media cetak, baik pada taraf lokal maupun nasional. Opini tersebut merupakan sebuah gagasan solusi yang dihasilkan sesuai kompetensi peserta. Peserta yang lain ada yang memenangkan lomba-lomba karya tulis hingga dikirim ke luar negeri untuk menjadi duta bangsa.
Poin yang terpenting dan menjadi unggulan dari PPSDMS ini adalah terpeliharanya jaringan alumni PPSDMS. Para alumni diberikan pembinaan pasca asrama dan difasilitasi untuk membuat networking dengan para tokoh bangsa. Dalam prakteknya, beberapa alumni PPSDMS yang sudah bekerja mulai memberikan sumbangan finansial bagi PPSDMS. Beberapa diantaranya juga menjadi pengurus PPSDMS yang memiliki semangat juga untuk memfasilitasi para peserta mengembangkan potensi dan mengarahkannya untuk membangun bangsa. Seorang alumni yang sekarang sedang bergabung dengan sebuah yayasan bahkan mengatakan bahwa ia senang untuk berkontribusi bagi rakyat.
(Fiqih Santoso, Psikologi Unpad, 2004)

Catatan Seorang yang Berusaha Menjadi Relawan

Saat ini saya sedang duduk menghela nafas yang lumayan tersengal untuk sejenak istirahat sambil mencorat-coret buku saku yang selalu menjadi partner kompak. Baru saja kami (Satkorlak Unpad) bersama-sama dengan warga di sini membangun sebuah fasilitas MCK umum yang logistiknya merupakan bantuan dari LPTP (Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan) Surakarta.
Berkebalikan dengan ungkapan yang biasa diucapkan seperti ini: “Tidak terasa…padahal sudah tinggal…”, saya malah merasa seperti sudah lama tinggal di desa ini. Kami tinggal di rumah warga yang sangat ‘welcome’ sama seperti warga satu desa ini terhadap kami. Lokasi tepatnya di Rw 13, Desa Melikan (orang desa mengejanya Meli’an), Kecamatan Wedi, Klaten. Selama 5 hari ini, saya merasakan warna yang berbeda dalam keseharian. Sebagai orang yang berusaha menjadi relawan yang sesungguhnya, saya agak kawatir jika saja tidak bisa berkontribusi di desa penghasil padi dan tembakau ini. Jangan sampai saya menjadi seorang ‘rihlahwan’ (pelancong.red).
Keadaan desa pasca gempa sangat menusuk titik kemanusiaan siapa saja yang berhasil berempati. Anak-anak di sini, meskipun ceria mereka selalu merekah ketika bersama kami, menyimpan sebuah guncangan mental yang sulit dianalisa dengan ilmu psikologi saya yang masih ecek-ecek. Hal ini sangat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku mereka. Ketika bersama kami maupun teman-teman mereka, mungkin trauma gempa dapat direpresi atau disublimasi. Namun saat malam mulai berkuasa dan membuka sisi kelam memori, bayangan gemuruh gempa berhasil menundukkan mental mereka. Walhasil, mereka masih takut tidur di dalam rumah, dan memilih untuk tidur di dalam tenda-tenda terpal. Orang tua pun tidak berbeda keadaannya. Bahkan saya menyaksikan seorang yang tidur di tengah jalanan dengan beratapkan langit cerah, dihiasi bintang-bintang yang genit berkedip serta diterangi bulan yang memang saat itu mengijinkan seluruh tubuhnya dipantulkan sinar sang raja siang.
Saya sangat merasakan kerumitan psikologis mereka. Dalam beberapa hari terakhir ada isu yang sangat santer terdengar dan terkenal seantero wilayah korban gempa. Gosip ini menebar teror yang tidak kalah kejinya seperti teror yang dilancarkan duet maut Amerika-Israel untuk menelanjangi iman dan akal. “Sekitar tanggal 15-17 Juli, gempa besar akan terjadi lagi!” Hosh..berita yang katanya berasal dari paranormal yang mengaku mengetahui masa depan dari primbon-primbon ini telak saja mengobrak-abrik ketenangan warga yang memang belum pulih benar. Jelas saja masyarakat yang masih kental kejawennya ini setidaknya meyakini ramalan dahsyat itu. Tenda-tenda segera digelar ‘menyambut gempa’. Wallahu’alam bissowab.
Rehabilitasi fisik menjadi agak tersendat. “Secara” bantuan yang dijanjikan lewat koarnya bapak wakil presiden kita tercinta, Mas Yusuf Kalla (yang mudah-mudahan layak untuk dicintai) sebesar 30 juta tiap rumah, menyebabkan warga lebih memilih menghancurkan sampai rata tempat tinggal mereka. Awalnya saya pikir mereka menghancurkan rumah-rumah mereka karena memang sudah sangat rapuh sehingga tidak bisa dipugar lagi. Ya lagi-lagi…’secara gitu loch’, kan bakal dapat 30 juta! Hosh…lagi-lagi dan lagi-lagi saya menghela nafas dengan berat setelah menariknya dalam-dalam ditambah dengan senyum kecut alakadarnya ketika mendengar penuturan rekan relawan dari LPTP Surakarta yang memang sudah lebih lama mendalami seluk beluk masalah korban bencana.
Kesimpulannya??? Teman-teman Fapsi yang saya cintai dan banggakan…ternyata potensi kemahasiswaan kita sangat dielu-elukan di sini, kemampuan intelektual kita sangat bermanfaat untuk membangun kembali secara integral, baik fisik, mental, akal, dan spiritual. Minimal jika kita tak bisa terjun berkontribusi langsung ke medan lapangan amal dan ilmu ini, ‘kencangkan ikat pinggang’, minimalisir pekerjaan sia-sia untuk sekedar berempati agar kita lebih bisa menembus dimensi waktu dan jarak untuk bisa membiarkan hati nurani kita berinteraksi dan membiarkannya menggerakkan segala potensi kita untuk bergerak dan memberikan solusi. Sisihkan uang jajan. Kalau tidak bisa juga…???!!! Oke lah masih ada toleransi lagi, setidaknya pastikan doa teman-teman sampai ke langit.
Salam bahagia dari kami yang sangat bahagia membuat saudara-saudara kami kembali bahagia.

Fiqih Santoso (I1O04014)
Ladang ilmu dan amal, Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten
13 Juli 2006

Refleksi Malam Idul Fitri 1425

Hidup ini akan terus meraih lingkar, semuanya akan beradu mencoba untuk harmonis. Terlebih…bila kita renungi aliran sungai, terkuaklah rahasia yang akan membunuh penat. Karena seharusnya kita terus mengalir menuju tujuan kita, atau diam dan membusuk. Ada siang ada malam, ada tawa ada tangis, semua ber-refleksi...sekali lagi mencoba merangkai harmoni untuk bekali akal ini dengan indahnya harapan yang merobek batasan duniawi. Bercitalah jauh hingga kau tidak akan temukan kebuntuan dalam merepih asa.
Sobat...ketahuilah bahwa hidup ini indah, sehingga tak ada tawaran untuk mati sia-sia. Dalam rintihan sakit terdapat sebuah makna yang memang kedudukannya terbilang jauh, tak bisa akal ini meraihnya telak, terkecuali nurani berbicara lantang membuat nafsu di akal membisu. Mengeluh dan meronta-ronta dalam susah, hanya semakin membentuk formasi tawa syetan yang membunuh nurani.
Hari-hari akan semakin ramai, namun sediakan pikirmu untuk sekedar memperbaiki jalur yang telah sedikit atau banyak melengkung, atau bisa jadi patah. Tatalah jalur itu, yaitu jalur menuju satu titik yang menjadi alasan adanya tawa kita, tangis, peluh, keluh, sayang, benci, penat, serta rasa-rasa lain yang dengan berbagai persepsi mau tak mau kita kunyah. Pastilah pada awalnya ada pahit dan ada manis yang sekali lagi mencoba meraih harmoni. Namun bila kita lerai dan kelupas kulit pahit dan manis untuk paham hakikatnya, mulialah diri ini memuliakan hikmah yang akan tercermin dalam hari penuh senyum yang bahagiakan alam ini.
Manusia tak boleh berhenti...gunakanlah lajumu untuk merubah dunia. Kokohkan laju untuk tegakkan tujuan hidup. Mencari ridho Allah...tujuan tertinggi dalam piramida motivasi yang dapat membuat langit bergemuruh. Titian ridho Allah memang berliku, tak urung sangat banyak manusia tak sanggup meniti mimpi indah itu.
Yakinlah…dalam semua kejadian terdapat hikmah, beruntunglah bagi orang-orang yang menemukannya.

Mendekonstruksi Kepahlawanan Sejati

Hari pahlawan sudah berlalu kira-kira sebulan lebih. Namun hal ini kurang bisa dijadikan momentum oleh bangsa Indonesia untuk membenahi diri. Pahlawan rasanya tinggal menjadi kerangka sejarah yang segera dilupakan dan dibuang ke dalam selokan lahat yang gelap. Padahal ruh pahlawan harus senantiasa hidup sebagai pelecut kita untuk bangkit dari keterpurukan multidimensi saat ini.
Banyak frasa dan istilah yang beredar bebas di masyarakat Indonesia dengan kata utama ‘pahlawan’. Mulai dari pahlawan revolusi, pahlawan kemerdekaan, hinga pahlawan kesiangan, pahlawan tanpa tanda jasa, bahkan pahlawan bertopeng-nya Sinchan. Frasa dan istilah mengenai ‘pahlawan’ seperti demikian memberikan pengaruh untuk terciptanya banyak persepsi yang melengkapi kata ‘pahlawan’ tersebut dengan atribut-atribut tertentu. Kebiasaan masyarakat untuk menambahkan atribut sebagai bumbu dalam pemaknaan kata ‘pahlawan’ inilah yang kemudian memberikan aura masing-masing kepada setiap penabur bumbu tersebut.
Saat ini, banyak atribut yang menyertai kata ‘pahlawan’ diberikan dengan batasan-batasan yang sangat sempit. Hal itu menimbulkan kegamangan yang cukup besar di kalangan yang sangat menghormati jasa-jasa pahlawan. Banyak masyarakat yang membumbui ‘pahlawan’ dengan atribut wafat dan populer. Dua hal tersebut merupakan sebuah realita bagaimana cara bangsa Indonesia saat ini menghargai para pahlawannya.
Terlepas dari kajian formal linguistik tentang ‘pahlawan’ beserta atribut-atribut yang menyertainya, wafat dan populer melukiskan sebuah kekerdilan makna. Dengan atribut wafat, seseorang yang memiliki jiwa dan badan yang masih muda menemukan jalan buntu untuk menikmati kepahlawanan yang diusahakannya. Jika digunakan atribut populer, maka segera saja nuansa oportunis menjadi semerbak membunuh mimpi para pencari kepahlawanan sejati yang mendambakan kebahagiaan hakiki, bukan menjadi terkenal ataupun menjadi sorotan masyarakat.
Sebenarnya ada sebuah tawaran yang menarik dalam memberikan atribut pada kata ‘pahlawan’. Hal ini dapat menjadi sebuah nilai yang mungkin saja dapat merubah kepribadian masyarakat Indonesia saat ini menjadi lebih baik dalam menghadapi hari-hari ke depan. Kita dapat menempatkan sebuah kata menjadi atribut pemaknaan bagi kata yang lain dengan mengambil intisari dari berbagai pemaknaan yang terungkap maupun tersingkap. Intisari yang sebenarnya layak melekat pada kata ‘pahlawan’ adalah pengorbanan, prestasi yang lebih besar dibanding orang-orang seusianya, serta ketulusan untuk mengaktualisasikan diri.
Pengorbanan memberikan rasa yang elegan pada kata ‘pahlawan’. Hal ini meliputi sebuah keinginan dan kesanggupan untuk mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Penanaman atribut pengorbanan pada ‘pahlawan’ dapat menggerakkan hati para pencari hakikat kepahlawanan hingga dengan konkrit diwujudkan dengan amal yang tak lagi mempertimbangkan keuntungan pribadi.
Kedua, atribut prestasi yang lebih besar dibandngkan orang seusianya memberikan nuansa eksklusif. Serupa tapi tak sama dengan atribut wafat dan populer seperti di atas, nuansa eksklusif ini tidak membatasi orang untuk melakukan hal terbaik. Semangat ini menyentuh titik sensitif dari dinamika jiwa seseorang untuk terus menerus melakukan pembaruan persepsi dan memandang segala hal dengan lebih positif. Kegagalan tak akan menjadi batu penghalang, namun sebagai batu pijakan untuk lebih menyempurnakan prestasi dan kemudian bertekad untuk menjadi yang terbaik.
Ketiga, atribut ketulusan untuk mengaktualisasikan diri menggambarkan tentang putihnya cita-cita sang pahlawan. Pemaknaan seperti ini membentuk sebuah prinsip yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari itu. Dalam perspektif spiritual, ketulusan dapat membuka belenggu hati sehingga jiwa dapat langsung bersentuhan dengan cahaya Sang Pencipta. Hal ini senantiasa memberikan pengaruh yang sangat baik dalam mengembangkan potensi hati, akal, dan jasadnya sehingga dapat mengoptimalkannya menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat dalam merubah lingkungannya ke arah yang lebih baik.
Dalam tiap jenak waktunya, seorang pahlawan berhasil menjadi pemimpin yang amanah terhadap hari-harinya. Setiap detik takkan pernah terlewat dengan kesia-siaan. Setiap kisah selalu berusaha dijadikan sebagai menu utama penelusuran akal sehatnya dalam mencari hikmah. Setiap momentum berhasil dimanfaatkan menjadi peluang amal dan terus menerus bertualang untuk mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin.
Sebenarnya mahasiswa sangat berpotensi untuk menikmati kepahlawanannya. Ketiga atribut tentang pahlawan di atas bisa dengan cukup mudah dimiliki mahasiswa. Hal ini bisa kita analisis melalui beberapa indikator, yaitu:
Idealisme. Mahasiswa masih memiliki pemikiran tentang gambaran ideal dan cenderung perfeksionis dalam mengkritisi lingkungan sosialnya. Sehingga seringkali pendapatnya sangat kritis dan radikal (baca : mendasar) dalam menganalisa suatu permasalahan sosial. Pemikiran seperti ini merupakan kemurnian dari suatu keadaan yang sempurna bagaikan air yang murni dan jauh dari keinginan-keinginan oportunis dan egois. Dengan indikator ini, mahasiswa memiliki kemauan untuk memberikan pengorbanan.
Kecerdasan. Kebanyakan mahasiswa memiliki taraf kecerdasan yang relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok masyarakat yang lain. Hal ini menjadi sebuah jaminan yang kuat untuk mengandalkan solusi yang diberikan mahasiswa terhadap berbagai masalah sosial yang ada. Analisis seperti ini memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana seorang mahasiswa dapat berprestasi dengan maksimal bahkan bisa menjadi yang terbaik dibanding orang seusianya.
Kekuatan. Tidak disanksikan lagi bahwa mahasiswa memiliki kekuatan fisik yang besar. Pada tahap ini perkembangan fisik seorang mahasiswa hampir menyentuh titik optimalnya dibanding perkembangan sepanjang kehidupannya. Kekuatan ini memberikan kecemerlangan dari pemfungsian segala potensi dasar yaitu hati dan akal yang kemudian disempurnakan oleh jasad yang prima.
Hal yang terpenting untuk merubah suatu bangsa adalah dengan bersatu. Kepahlawanan dari mahasiswa takkan mampu bermanfaat dan dirasakan masyarakat luas jika potensi yang ada pada tiap orang tidak disinergiskan. Seorang mahasiswa yang bersinergis dengan seorang mahasiswa lain dapat menghasilkan tidak hanya dua kekuatan, bahkan tiga dan seterusnya. Bayangkan saja jika mahasiswa seluruh Indonesia yang berjumlah jutaan berhasil membentuk kesinergisan yang baik. Mulailah dari bermimpi dan bercita dan kemudian membentuk pribadi dan lingkungan yang penuh dengan pengorbanan, prestasi, dan keikhlasan sebagai pahlawan sejati.

Fiqih Santoso
Jatinangor, 14 Desember 2006

Sore yang Menguning

Mama dan Bapak…hari ini aku terpesona
Pada lembayung sore yang terpajang di penghujung langit
Kuning sekali menyegarkan mata
Ketika aku ingin membasuh muka
Menyambut suara yang bersautan memanggil Allah

Lalu...aku terhanyut menatap sekumpulan awan
Perlahan melukiskan wajah Mama dan Bapak
Meskipun guratannya tak sempurna
Tetapi aku mengenal lekuk air mukanya
Yang selalu menatap indah ke arahku
Dengan penuh kerelaan dan kasih sayang

Terima kasih sore
Kau memberikanku seteguk memori
Untuk mengingat sebuah kerinduan
Tentang senyum yang merekah
Dan mimpi yang menembus segala duka
Tentang hidup yang tak punya luka
Dalam sore yang menguning di surga
Bersama Mama dan Bapak
Beserta cintaku pada mereka

Jatinangor, 16 Desember 2006

Si Burung Itu

Letih engkau bertengger
Memanggul semua beban
Lima rumus tak terurus
Muakkan perutmu…
Apakah…
Kau ingin segera terbang?
Daripada sekedar palingkan wajahmu
Kau lebih memilih pergi?
Lalu campakkan pita di kakimu?
Entahlah….

Semua tangis rakyat telah kau dengar
Pekakkan telingamu hingga bosan
Hari ini…usunganmu tak terhirau
Terguncang teriakan tak berdaya dimana-mana
Tak ada lagi kesaktian
Yang dulu seakan menyejukkan
Wahai pengepak sayap yang terpaku
Terbanglah jika ingin terbang
Diamlah jika ingin diam
Akupun hanya dapat menggores

Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2006

Aku Ini Apa?

Aku adalah bayang-bayang
Yang terus merasakan mimpi
Tak tahu di mana aku berada?dari mana asalku?
Semua terjadi begitu saja...
Hingga sering terfikir...
Aku adalah aktor film
Menjadi bintang utama tentunya
Hingga semua orang hanya berakting di depanku
Mereka semua hanya hiburan!

Aku adalah bayang-bayang
Yang terbuang dari tubuhku
Namun terus kumencari naskah filmku
Tuk membunuh rasa muak ini
Hingga sering terfikir…
Aku adalah makhluk halus
Yang tak pernah digubris
Hanya berjalan menyusuri trotoar panas
Tanpa mendapat arti diri

Aku adalah bayang-bayang
Yang selalu merasa sendiri
Dalam tawa-tawa mereka
Hanya temukan keheningan
Hingga sering terfikir...
Aku adalah malaikat
Yang lahir tanpa dibelai manja
Dicium lembut oleh ibu
Tertawa hangat dengan bapak

Aku adalah bayang-bayang
Yang tak pernah menyela lelah
Saat adzan berkumandang
Yang katanya panggilan dari Allah
Hingga sering terfikir…
Aku adalah setan alas
Yang dipersiapkan untuk dijilat api neraka
Namu sering kuberharap…
Mereka…pemeran figuran terbakar habis
Lebih dulu dari aku
Hingga bisa denga puas kutertawai mereka
Yang sering menertawai dan menginjak
Jati diri yang terus bertualang menyusuri hampa

(terinspirasi dari cerita Muslim, anak jalanan kota Bandung dalam komik fotografi “Bunga-bunga trotoar”,2002)

Monday, April 2, 2007

Buta Sesaat

Cahaya…
Remang mengaduh
Terhalang sebilah lalai
Lebur tak berdaya dan lunglai

Hingga mentari hidayah
Beruntai menyelinap
Dalam celah hati yang masih bersinar
Meski sekelilingnya hanya…
Buta, cedera, dan hampa
Yang butuh untuk kembali
Pada panggilan yang bersautan
2006

Topeng Waktu

Waktu seringkali bertopeng
Luang dan sempit datang tak terduga
Menuntun akal untuk bercengkerama
Membentuk sebuah konstruksi makna
Tentang hidup, bahkan tentang mati

Aku memilih untuk terus melayani
Arah tuntunan hati nurani
Ketimbang menyerah pada kemarahan
Atas permainan sang waktu
Hingga hati dan akalku menyatu
Dan mengajariku tentang kesabaran
Yang dapat menyingkap topeng waktu

Hikmah memang terlalu dalam
Bagi orang yang berkerak hati
Dan mencumbui harinya dengan dangkal
Hari ini telak kuterima darimu wahai sang waktu
Untuk lebih bijak menyemangati diri dan orang-orang yang kucintai
18 Desember 2006

Deklarasi Taubat

Mengerak tutupi lantang
Suara hati yang senyap
Ditelan kebuntuan pikir
Saat lumuran hina memoles
Diri ini yang tak tahu diri
Dan selalu lalai untuk terus berdiri

Maha Pengasih…
Malu aku terus mengemis kasih
Sedangkan maksiat sering melingkupiku
Tuk tutupi asa surgaku
Dan membuatku lupa atas cita rabbaniku

Maha Penyayang…
Berjuta kali Kau buktikan sayang
Meski diri ini sering berpaling
Memilih fatamorgana realitas
Yang butakan mata hati ini
Dan kelabui liku pikir ini

Beribu tetes aku tumpahkan air mataku
Beribu nafsu pula yang kupuaskan
Beribu sujud aku sungkurkan ke tanah
Beribu kesempatan pula maksiatku berkuasa

Aku tak tahu…
Apakah terlupa lagi setelah ini
Hanya kepada-Mu lah aku mohon kekuatan
Untuk tetap mendamba hangat-Mu
Dan untuk kesekian kalinya
Kulantangkan dalam jihadnya hati
DEKLARASI TAUBAT!!!
Malam 1 Muharram 1428 H

Puncak Ukhuwah

Aku berkaca dalam setiap langkahku
Menelusuri lorong-lorong pertanyaan dalam pikirku
Dan menghabiskan waktu memandangi aspal yang panas

Sesungguhnya saat ini aku sedang kumat
Dengan perasaan yang melankolis
Berusaha menuai makna
Tentang tangisku
Dalam Jumat yang menyejukkan hati
Meskipun terik merajai siang

Saudaraku...
Serentak tubuhku bergetar
Mendengar keluhan dalam hatiku
Yang ingin bercengkerama dengan kalian semua
Satu per satu...

Seringkali...
Aku melihat kegundahan kalian dalam penelusuran ini
Di jalan yang tak berujung bagi mata
Namun berpuncak bagi hati yang merindu syahid

Saudaraku...
Seandainya tubuhmu sedang berada di sini
Inginku peluk dengan sangat erat
Sehingga aku bisa menghapus peluhmu
Dan menata guratan wajahmu menjadi senyum

Namun...
Aku hanya bisa menjamahmu dalam doaku
Yang tidak terlalu panjang

Saudaraku...
Jika kau butuh, aku ingin meminjamkan nafasku
Agar kau tak lagi pengap dalam pedihnya kekecewaan
Atau
Kupinjamkan tanganku
Untuk mendorongmu dikala kau melemah
Bahkan mengangkatmu dari jurang keraguan
Ketika sesekali perjalanan terjal ini
Menjatuhkan hatimu dalam luka dan ragu

Demi Allah aku melihatnya
Puncak itu semakin mendekat
Aku ingin...
Kita bisa bersenda gurau pada hari akhir

Desember, 2006

Jika Aku....

Jika aku lelah tersungkur
Pastikan setelah menempuh jalan-Mu
Jika aku jatuh dalam titian
Tetapkan dalam tali kuat-Mu
Jika aku terlupa dalam tawa
Hentikan dalam berdzikir pada-Mu
Jika aku nikmat dalam maksiat
Getarkan dengan ancaman-Mu
Jika aku lepas tuturku
Pandulah dalam hikmah dan ilmu-Mu
Jika aku gelisah dalam tidurku
Sejukkan dengan sentuhan wudhu pada malam-Mu
Jika aku kayuh gerakku
Ubahlah menjadi energi menuju-Mu
Jika aku umbar tatapku
Jagalah dalam kesucian niat untuk-Mu
Jika aku terlena dalam pendengaranku
Untaikan melodi indah firman-Mu
Jika aku tempa logikaku
Tuntunlah mengagumi kebesaran-Mu
Jika aku jatuh dalam fitrah cintaku
Semaikan dalam tulusnya mencintai-Mu
Jika aku melerai deras air mataku
Labuhkan ketika taubat bersujud pada-Mu
Jika aku dijemput sobatku Izroil
Izinkan dalam syahid dikelilingi cahaya-Mu
Jika aku abadi dalam nafasku
Sudilah naungi dengan ridho di surga-Mu
Jika cita ini hanya mimpi tentang jika
Wujudkan satu persatu dengan tegarkan ikhtiarku
Jika masih terlampau jika
Maka musnahkanlah jika dengan keteguhan cinta pada-Mu
Maret 2006